Langsung ke konten utama

Mimpi anak petani karet

Nah, guys cerita pendek tentang seseorang yang berjuang untuk bisa sekolah dan akhirnya masuk SMA Negeri Sumatera Selatan dan bisa kuliah di London. Namun, ini bukan versi aslinya. cerita ini udah di edit dengan imajinasi Sanjay wkwkwk.

Mimpi Anak petani karet

Hasil gambar untuk anak petani karet
ini bukan asli ya wkwkwk
Tidak ada yang istimewa dalam hidupku, hanya sebatas anak SMP yang memiliki mimpi dan berusaha untuk mencari perbedaan di masa depan. Hidup di pelosok desa yang mayoritas kepala keluarganya adalah buruh dan pemulung serta anak mereka yang kebanyakan Cuma lulusan SMP dan SMA membuat aku menginginkan perbedaan. Kulit hitam gelam, wajahnya penuh dengan keringat, pakaiannya lusuh tertutup jaket hitam tanpa seleting sedangkan rambutnya yang mulai ditumbuhi uban ditutupi topi yang kusam. itulah ayahku. Sebuah sepeda motor tua miliknya selalu menemaninya pergi kekebun kaaret setiap hari.Ya, ayahku menafkahi kami dengan menjadi petani karet dengan penghasilan 500 ribu sebulan karena harga karet yang anjlok terlebih kebun tersebut bukan milik kami sehingga kami harus bagi dua hasilnya dengan pemiliknya. Disamping itu, ibuku hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga karena sejak setahun yang lalu ibuku mengidap penyakit ginjal dan sekarang ginjalnya yang bekerja dengan baik hanya satu. Itu lah yang menyebabkan ibu tidak lagi bekerja. Lain lagi dengan mamasku yang lulusan SMK sehingga cukup membekalinya bekerja di bengkel yang tak jauh dari rumah kami.
Aku sekarang kelas tiga SMP dan berharap dapat melanjutkan ke jenjang SMA. Namun, usahaku untuk melanjutkan kejenjang SMA membuat sebagian tetanggaku mulai mencemooh keuargaku.“ kita ini orang miskin, gak perlu punya mimpi untuk sekolahin anak  tinggi-tinggi. Lah wong yang kaya di sini aja, anaknya gak pakai sekolah juga masih bias bantu usaha bapaknya.” Ada juga yang nambahin “ orang miskin seperti kita kalau ingin hidup tenang gak kebelit utang sana sini, ya jangan bertindak aneh-aneh. Sekolah itu cumaa habiskan uang saja, itu hanya untuk orang-orang yang berduit.” Ada yang bicara begini “ Ahh… sekolah bilangnya gratis dan murah tapi ujung-ujungnya jual rumah juga. Sedangkan rumah kalian aja rumah kecil tua peninggalan kakekmu, mau tinggal dimana kalian?”
Seperti itulah tanggapan tetanggaku saat tiap kali kedua orang tua memiliki rencana untuk menyekolahkan kami ke jenjang pendidikkan yang lebih tinggi.Ungkapan seperti itulah yang kadang mengendurkan semangat kedua orang tuaku untu bisa memiliki generasi penerus yang lebih baik dari mereka. Mamasku, memilih memutuskan semangatnya untuk melanjutkan sekolahnya karena biaya masuk perguruan tinggi yang terlalu mahal sedangkan nilai miliknya yang pas-pasan karena hampir setiap hari saat pulang sekolah dulu, dia selalu membantu mencari uang untuk keluarga yang didalamnya ada tiga orang anak yang bersekolah.
Namun, suatu hari saat aku sedang sekolah.  Ibu masliya yang memanggilku untuk menghadapnya ke ruang guru. Akupun segera menghadap. Bu masliya bicara padaku “ Ayu, sekarang ada beasiswa untuk anak kelas tiga SMP yang ingin melanjutkan ke SMA. Beasiswanya mencakupi seragam, tempat tinggal, perlengkapan sekolah dan makan.Apa kamu mau ikut beasiswa ini? Aku bertanya “ Nama sekolahnya apa ya bu?” ibu guru menjawab sambil memberikan posternya padaku “ Nama sekolahnya adalah SMA Negeri Sumatera Selatan. Letaknya di jakabaring di depan pasar buah’’ aku menjawab “ nanti dulu ya bu, aku mau membicarakan ini dengan kedua orang tua ku dulu.” Aku mengambil poster yang diberikan oleh bu masliya. “ baiklah, tapi jangan terlalu lama cepat beri tahu ibu. Nanti, pendaftarannya keburu di tutup.”Kata bu guru.“ ya bu” balasku.
Sepulang sekolah akupun membicarakan hal tersebut dengan orang tua ku dan alhamdulillah orang tua ku menyetujuinya. Akupun mengikuti seleksi beasiswa tersebut dengan di bantu oleh guruku. Semuanya biaya foto copy dan print nya di bayar oleh guruku. Setelah lolos seleksi tahap satu akupun mengikuti seleksi tahap ke dua.Aku menunggu selama sebulan untuk pengumuman siswa yang lolos seleksi tahap ke dua. Ketika di sekolah ibu Masliya memberitahu ku bahwa aku lolos seleksi tahap ke dua dan di terima di SMA Negeri Sumatera Selatan. Aku sangat senang dan sat pulang aku memberitahu orang tuaku mereka pun ikut senang.
Selama tiga tahun aku belajar di SMA Negeri Sumatera Selatan. Tanpa terasa masa SMA ku akan segera berakhir beberapa bulan lagi hingga pengumuman tiba. Disinalah masa bimbang dan cemasku.Bapak dan ibuku terus bertanya kedepannya.Tanpa sepengetahuan mereka, guru bimbingan konseling menyarankan untuk mengikuti beasiswa kuliah yang memang di khususkan untuk orang miskin.Aku mengikutinya dan melengkapi segala persyaratan yang di butuhkan. Sampai seketika aku masuk ke salah satu perguruan tinggi Institut Teknologi Bandung dengan beasiswa.Itu membuat kedua orang tuaku serta mamasku tersenyum bangga. Namun senyuman itu hanyalah sesaat, lagi-lagi kendalanya adalah masalah biaya. Jika aku melanjutkan study ku. Berarti aku pergi dan meninggalkan kota ini. Meski mendapatkan pesangon setiap bulan dari pihak beasiswa itu mungkin akan cukup untuk keperluan kuliah dan makan saja sedangkan aku mashi perlu untuk biaya kehiddupan sehari-hari dan membayar uang kost atau kontrakan nantinya.
Bapak dan ibu ku jalan kesana kesini mencari pinjaman uang. Mengetuk dari pintu tetangga satu ke pintu tetangga lainnya, namun tak seorangpun yang mau memberikan bapak atau ibuku sepeser uang. Hanya alasannya kami orang miskin, tak memiliki apapun sebagai jaminan uang yang kami pinjam akan kembali. Hingga beberapa hari kemudian, bapak memberiku uang dan menyuruhku untuk segera berangkat ke Bandung. Aku tak pernah tahu uang itu dari mana. Bapak hanya bilang kalau mereka akan berusaha mengirimiku uang dua bulan sekali.
Di ujung desa, bapak memelukku sambil menangis ketika hendak melepas keperginku. “nak, bapak doa kan kamu semoga kamu jadi orang sukses dan bisa jadi doktor suatu hari nanti. Biar gak susah-susah cari uang seperti bapakmu ini. Biar bisa dihormati orang kelak suatu hari nanti. Jangan pernah tinggalkan shalat ya nak, karena itulah dinding yang melindungi mu ketika di sana nanti. Teruslah berdo’a dan berusaha untuk semua mimpimu” Aku  hanya mengangguk seraya mengusap air mataku yang tak henti-hentinya mengalir. Air mata yang melihat betapa hebatnya orang tua berkorban hanya demi kebahagian dan masa depan anaknya. Air mata penuh bara yang mengejar kehidupan yang lebih baik di hari berikutnya.
Hingga mobil bus mulai berjalan meninggalkan bapak. Tangannya melambai lambai sesekali mengusap airmatanya. Inilah pertama kalinya aku keluar dari tempat lahirku, inilah pertama kalinya aku harus hidup jauh dari keluargaku. Di dalam mobil bus, handphoneku berdering tanda pesan masuk. Nampak tertulis kata mamas di atas pesan itu.“Dek, bapak sudah gadekan motor satu-satunya untuk kamu ke Bandung. Bapak udah gak punya apa-apa lagi selain rumah tua renyot kita. Belajarlah yang benar jangan kecewakan keluarga yang di kampung. Kami di sini menunggu keberhasilanmu. Insyaallah kalau mamas ada uang, mamas bisa kirimi kamu uang”
***
Di kota bandung yang indah, aku harus berjuang untuk empat tahun demi sebuah gelar sarjana beserta ilmunya yang akan ku bawa untuk merubah masa depan keluargaku. Mamas sering mengirimiku uang, namun sebagian uang dari mamas aku masukkan kedalam celengan. Aku ingat saat dulu mamas memutuskan untuk berhenti di SMK dan bekerja di bengkel milik orang dekat rumah, mamas sempat bilang kalau suatu saat nanti mamas ingin punya bengkel sendiri miliknya. Jika uangnya sudah terkumpul nanti, aku berencana mengembalikan uang itu kepadanya.
Mbak Patima menjadi teman baik dan mengajariku untuk bertahan hidup di kota yang jauh dari keluarga. Mbak Patima adalah kakak kelasku sewaktu SMA yang juga kuliah di tempat yang sama. Sayangnya ekonomi keluargaku tak seberuntung keluarga mbak Patima yang pekerjaan orangtuanya adalah pegawai negeri. Mbak Patima tinggal bersamaku dalam satu kosan. Mbak Patima mencarikan aku pekerjaan sebagai penjaga toko fotocopy plus rental computer di depan kampus sekaligus mengajar privat bimbel untuk anak anak SD dan SMP. “Dek, mbak tidak akan lama lagi menemani kamu di ruang kecil kosan ini. Tahun depan mbak harus sudah sibuk dengan skripsi mbak, biar cepat bias melanjutkan pendidikan mbak lagi” Mbak Patima mulai membuka pembicaraaannya padaku sambil merebahkan badannya diatas kasur dan membuka buka buku miliknya.“Iya mbak, mbak beruntung bisa punya rencana melanjutkan sekolah lagi.Kalau aku, untuk menyelesaikan sarjana saja serasa tidak mungkin dan banyak sekali yang harus dikorbankan” Ku perhatikan mbak Patima dan duduk tepat di sampingnya.“Bill Gates said that If you born poor it’s not your mistake, but if you die poor (expecially knowledge) it’s your mistake. Ayu, untuk meraih keberhasilan pasti akan ada yang harus dikorbankan. Entah itu waktu, materi, maupun tenaga. Hanya saja, porsi yang harus dikorbankan itu berbeda beda setiap orang. Yang perlu kamu ingat, berhasil itu milik semua orang yang mau berusaha tanpa mengenal lelah dan tidak takut gagal” mendengar perkataan mbak Patima, aku hanya bisa terdiam mendengarkannya.“Adek, kamu tahu kalau mbak tahun lalu bisa ke Australia dengan free melalui student exchange. Itu mbak tidak hanya bermimpi, tetapi mbak sudah merancangnya dan berusaha untuk mendapatkannya dari awal masuk kuliah.Walaupun sebelumnya beberapa kali mbak ditolak, tapi mbak bertekad akan terus mencoba sampai mendapatkannya. Untuk berikutnya, kita bisa kok sama sama kuliah master degree dengan free dimanapun itu tempatnya. Banyak beasiswa terbuka lebar bagi orang yang mau berusaha keras mendapatkannya” Mendengar tuturan mbak Patima, aku hanya terdiam mencoba menyerap semua perkataan mbak Patima.
“Bagaimana caranya?”
“Untuk saat ini, pertahankan prestasimu dengan baik, aktif organisasi dan pelajari bahasa asing jika kamu ingin keluar negeri.Karena itu adalah pintu kamu untuk mendapatkannya” Mendengar penjelasan mbak Ayu, aku hanya tersenyum dan berbaring diatas kasur mengiringi rasa kantukku yang mulai datang.
“Bicara memang mudah, tapi tidak dengan kenyataannya di lapangan.Bagaimana aku bisa membagi waktu dengan semua aktivitas yang melelahkan ini?” ungkapku menggerutu seraya memejamkan kedua mataku.

***
Baik itu suka maupun duka yang kurasakan, waktu akan terus berjalan tanpa henti dan tak dapat terulang. Aku jarang sekali pulang karena waktuku hanya sibuk untuk kuliah dan bekerja. Aku mulai berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menuntut ilmu tanpa memberatkan kedua orangtuaku. Mulai dari menjadi penjaga fotocopy, rental computer yang sampai mencarikan tugas milik anak-anak kampus, ikuti kuis dan berbagai jenis lomba menulis, privat, bimbel, penjual pulsa elektrik, penjual kue keliling milik orang lain, penjaga butik baju dekat kampus, buruh seterika baju, sampai menjadi penjaga toko buku saat libur panjang, apapun aku lakukan demi aku bisa bertahan hidup dan meneruskan studyku.
Jujur, terkadang aku ingin sekali meninggalkan rutinitas yang melelahkan ini begitu saja. Rasa malas dan lelah dengan tugas dan pekerjaan, kerap kali menghantuiku. Seakan dengan mudahnya aku bisa mengibarkan bendera putih tanda menyerah. Aku ingin menonton televisi setelah pulang kuliah, aku ingin bermain dan bergabung dengan teman-teman saat ada jam kuliah kosong, aku ingin segera makan tanpa berpikir berapa banyak uang yang aku miliki untuk esok hari ketika aku lapar. Aku hanya bisa tidur beberapa jam setiap malam, rasanya aku ingin tidur saat aku merasa lelah setelah kuliah. Ah, selalu saja ada pilihan setiap hendak mengambil keputusan. Bertanya pada diri sendiri, apa yang akan aku dapat kedepannya saat aku menyerah dan dibanding dengan apa yang akan aku dapat kedepannya jika aku terus menantangnya dan menjalaninya?
Selama tiga tahun berlalu. Di tahun terakhir, aku masih bertahan sendiri di ruang kecil kosan dekat kampus. Mbak Patima sudah pergi jauh melanjutkan studynya ke negeri Sakura. Aku harus berjuang sendiri untuk mewujudkan mimpiku. Mamasku masih mengirimiku uang walau pernah beberapa kali tak mengirimi. Selama tiga tahun itulah, aku pulang baru 2 kali disaat lebaran tahun pertama dan kedua. Di liburan lainnya, aku memanfaatkan dengan mencari pekerjaan di kota. Rindu kampung halaman dan kehangatan keluarga, tentu aku rasakan. Siapa anak yang tidak merasa rindu dengan keluarganya? Siapa anak yang tidak rindu dengan masakan ibunya? Siapa anak yang menginginkan kumpul dengan keluarganya disaat hari raya dan libur panjang? Ah…aku harus menahannya.Tapi rasa rindu yang tertahan itu harus segera aku sembuhkan saat ada pesan dari mamas yang menyuruhku untuk segera pulang ke rumah.“Pulanglah segera pagi ini dan jangan menunda nunda. Kami sekeluarga di sini menunggumu”
Pagi itu juga, aku langsung pulang menggunakan mobil bus yang melewati jalan menuju kota asalku. Di sepanjang perjalanan, mamas selalu menanyakan dimana keberadaanku. Hingga tiba di terminal, kulihat mamas mengendarai sebuah sepeda motor yang jelas bukan miliknya. Wajahnya datar dan tanpa suara kebahagiaan menyambut adiknya pulang. Ada kantung mata yang lebam dibawah matanya. Aku tak tahu, apakah mamas begadang setiap malam ataukah mamas habis menangis.“Mamas kenapa?” Aku bertanya saat mamas memboncengku menuju rumah, tapi mamas tidak menjawab sama sekali perkataanku.
Semuanya terjawab, semua terjelaskan saat aku memasuki halaman rumah. Badanku langsung terasa lemas dan kaki tak mampu lagi berdiri, airmata ini mulai keluar. Seakan aku ingin berteriak sekuat tenaga namun hanya bisa tertahan. Pandanganku semakin gelap dan membuatku tak ingat apapun beberapa saat.Lalu terdengar tangisan seorang wanita di telingaku, aku paham sekali kalau itu adalah suara ibuku.Aku membuka mataku dan kembali mengingat semuanya.Pikiranku langsung teringat kepada sosok yang tergeletak lemah di teras ruang tamu rumah dengan kain mori yang membungkusnya.
Bapak…Sudah dua tahun bapak berhenti menjadi sopir ketek di sungai musi dan beralih buruh bangunan. Bapak sedang sakit dan terjatuh dari ketinggian, aku tak kuasa membayangkan semuanya. Selama ini bapak mencari nafkah dan bekerja hanya demi isteri dan anak anaknya, khususnya aku yang kuliah dan membutuhkan biaya banyak. Tapi bukan akhir yang seperti ini yang aku inginkan. Ya allah begitu banyak ujian yang engkau berikan kepada hambamu ini. Ya allah Aku ingin masa depanku nanti masih ada bapak,bapak yg menemaniku dari aku kecil, bapak yang selalu memotivasiku dan mendukungku, bapak yang tidak pernah kenal lelah dan penuh kesabaran menghadapi anak anaknya, bapak yang akan tersenyum bangga sambil menatapku. Bapak yang akan dengan bangga menunjukkan ke tetangga bahwa orang miskin berhak sekolah tinggi. Ah…ya Allah bukan seperti ini yang diriku inginkan.
Setelah beberapa minggu lamanya dari kepergian bapak, tenagaku dan semangatku melemah. Seakan tidak ada artinya lagi aku melanjutkan semua mimpiku. Semuanya hilang terkubur tanah merah bersama bapak. Aku tidak lagi berkerja dimana mana ataupun sibuk dengan bimbingan skripsiku, aku masih di rumah. Banyak tetangga yang berbisik kalau bapak sebelumnya terlalu bekerja dengan ngoyo tanpa kenal lelah hanya demi menguliahkanku di Bandung. Semua bilang kalau aku tidak punya perasaan dengan orangtua, atau aku sudah memaksakan kehendakku untuk belajar di Bandung. Ah, semua ungkapan tetangga begitu menusuk batinku. Sedikit aku merasa menyesal akan keputusan yang sudah aku ambil selama ini.“Dek, kapan kamu balik ke kota? Kapan kamu pakai topi wisuda?”Mamas duduk disampingku di resban panjang (kursi panjang terbuat dari bambu) di teras depan rumah. Aku hanya terdiam karena bingung harus menjawab apa. “Apa keinginanku ini memang benar benar menjadi beban keluarga ya, mas? Kalau iya, apa lebih baik Ayu berhenti disini saja biar bisa bantu ibu dan mamas kerja?”
“Ayu Relista, kata bapak dulu bu bidan yang kasih namanya. Katanya supaya kamu menjadi anak perempuan yang memiliki kasih sayang dan dapat meraih cita citanya. Ayoo wujudkan itu!” mendengarkan ungkapan mamas, aku hanya mengerutkan kening.
“Oh ya, itu arti dari namaku” aku berkata lirih sambil tersenyum.
“Dek, jangan gubris perkataan orang-orang. Kamu harus ingat kalau semasa hidup bapak, dia hanya ingin kamu bisa jadi orang sukses dan merubah anggapan orang terhadap orang miskin seperti kita. Kedepannya, mereka semua akan tahu hasil dari perjuangan kita ini. Kamulah yang menjadi awal perubahan di keluarga kita dan untuk keturunan berikutnya. Apakah kamu mau, keluarga kita turun temurun akan miskin terus? Semua orang juga tentu akan meninggalkan dunia ini, makanya kamu harus berjuang memberikan contoh untuk keturunanmu selanjutnya. Jangan kecewakan perjuangan bapak selama ini, bapak pasti menunggumu menyelesaikan belajarmu.Berangkatlah ke Bandung dan selesaikan krispimu?”
“Skripsi mas, bukan krispi. Kalau krispi itu gorengan” Aku tersenyum kecil sambil membenarkan perkataan mamas.Lalu aku menyodorkan sebuah celengan tabung besar kepada mamas.
“Ini punyakamu, kenapa diberikan ke mamas?”
“Bukan, ini milik mamas. Dari hampir mau empat tahun mamas selalu kirimi aku uang. Aku membaginya untukku dan untuk tabungan ini. Aku ingin mamas punya usaha sendiri tidak ikut orang walaupun buka kecil kecilan dulu. Insyaallah Ayu ada lenggang waktu sambil kerja” Mendengar perkataanku, mamas tersenyum dan memelukku.
Beberapa hari kemudian setelah percakapanku dengan mamas, aku kembali lagi ke kampus. Semakin bulan berlalu aku mulai bisa kembali kerja dan menyelesaikan tugas akhirku. Di perguruan tinggi aku bertemu seorang dosen lulusan luar negeri  yang membuatku tertarik untuk mendekatinya. Dia sering memotivasi mahasiswanya untuk jangan pernah menyerah meraih impian.“Nak, dalam kehidupan banyak pintu menuju sukses. Kalau satu pintu tertutup lainnya terbuka, tetapi kita sering memandang terlalu lama dan terlalu penuh penyesalan kepada pintu yang tertutup tersebut sehingga kita tidak bisa mencapai kekuksesan itu”
Setelah berbagai cara menghubunginya, akhirnya aku bisa berbincang dekat dengan dosen itu. Dia mendengar cerita kehidupanku dan tujuanku selanjutnya. Dosen itu menyarankan aku untuk melakukan tes kemampuan bahasa inggrisku. Dia menyarankanku untuk bisa mengambil beasiswa Study di london dan segera membuat motivation latter yang bagus. Surat rekomendasi dari professor di luar negeri bisa dibantunya. Tinggal bagaimana caraku menyakinkan pemberi beasiswa saat interview agar aku pantas mendapatkannya. Mbak Patima selalu mengirimiku tips tips mendapatkan beasiswa melalui email. “Adek ayu, pergilah keluar dari negerimu. Kamu akan mengetahui banyak hal dengan nyata, seperti apa dunia ini yang sebenarnya. Orang bijak seperti Saint agustine berkata The world is a book, and those who do not travel read only a page. Jika ada kesempatan, kenapa tidak kau gunakan”
Wisudaku berjalan lancar. Aku masuk menjadi mahasiswa terbaik kedua. Itu sudah cukup untukku membuat mamas dan ibuku tersenyum bahagia. Sayangnya, di moment yang indah ini. Moment yang selalu ditunggu-tunggu ini, aku tak bisa melihat bapak disampingku dan tersenyum bersamaku. Ku cium kedua kaki ibu dan mamas seraya mengucap banyak terima kasih kepada mereka. Karena mereka lah, aku masih bertahan sampai moment seperti ini.Karena merekalah aku masih memiliki semangat untuk meraih mimpiku. “Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup kita, ada yang bisa sampai lulus kuliah. Untuk pertama kalinya ada yang menjadi sarjana di keluarga kita” Mamak nampak terlihat sedu mengusap air matanya. Ku dekati mamak dan kupeluk tubunya.

***
Sekarang. London, Maret 2017.
Suhu sekitar 20 derajat begitu nyaman dengan langit yang biru dan dikelilingi bunga yang bermekaran. Aku duduk di tepi danau. Diantara ribuan orang orang yang bersuka cita itu, ada aku yang tengah duduk dan menyandang Master degree dan sebentar lagi akan meninggalkan kota besar ini. Hari ini aku merasa entah berada di negeri mana.Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri, bagaimana aku bisa berada jauh bermil mil dari kampung halamanku? Padahal sebelumnya aku belum pernah keluar dari daerahku sendiri. Jauh bermil mil meninggalkan ibu, mamas dan adikku serta mendiang bapakku. Ah, aku masih teringat semua kisah itu. Rasa rinduku sudah memuncak saat mamas berkata kalau usahanya sendiri berjalan lancar, adikku masuk ke SMA Negeri di Palembang dan ibuku sangat merindukan kepulanganku. Segala media sosial, ku gunakan untuk berkomunikasi dengan mamas dan keluarga yang ada di kampung. Tetapi setelah aku pulang, beasiswa doctor sudah memanggilku untuk segera mengikuti wawancara.
Kini aku mengerti, keberhasilan ini buah dari mimpi yang kuat, airmata, keperihatinan, pengorbanan, kesabaran, dan kerja keras tanpa menyerah sedikitpun.Kini aku siap, siap untuk bertemu orangtuaku dengan senyuman bangga seraya melepas rindu yang selama ini tertahan.Aku siap, siap untuk merasakan perbedaan dan menginspirasi serta membuktikan kepada semua orang bahwa orang miskin berhak berhasil dan berhak bahagia.Aku siap, siap membuktikan bahwa cinta dari keluarga, motivasi dan dukungan itulah kekuatan terbesar untuk meraih impian seorang anak.
Kata siapa orang miskin tidak boleh memiliki cita cita? Kata siapa orang miskin tidak bisa sukses dalam hidupnya? Belva Davis said, Don’t be afraid of the space between your dream and reality. If you can dream it, you can make it happen. Jika semua orang memiliki tekad yang kuat dan berusaha tanpa kenal kata menyerah, maka Nothing is impossible.
Selesai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Tentang Emakku

heii guys, sanjay kembali update di blog nih. selamat membaca :) Sedikit Tentang Emakku Riyan sanjaya Minggu pagi ini terasa dingin. Sisa air masih terdengar dari atas rumah bekas hujan tadi malam. Hawa dingin masuk lewat celah-celah jendela. Perlahan mendesak ke arah pori-pori hingga selimut tertarik tambah kencang. Derap langkah kaki, keretongen dan sepeda motor mulai terdengar tanda hari baru telah dimulai. Di luar satu persatu manusia pergi sambil memikul keranjang. Ada juga yang berombongan karena satu arah dan tujuan. Kebon balam lah tujuan mereka. Di dapur terdengar suara seperti orang sedang memasak. Suatu hal yang biasa aku dengar setiap subuh. Emakku selalu bangun di saat sepertiga malam. Di saaat bapakku masih sibuk dengan alam mimpi dan irama dengkurannya. Disaat kami masih berada di dalam rajutan benang buatannya.   Disaat mimpi sudah melewat klimaks dan menuju endingnya. Sama seperti yang lain, emakku harus bangun pagi untuk mempersiapkan bekal yang akan ...

Eksistensi Pemuda dalam Upaya Perlindungan Hutan Indonesia

               Kata “Hutan” tentunya tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Kita sering membaca kalimat “Hutan adalah paru-paru dunia” yang dipasang pada spanduk di pinggir jalan dan tempat-tempat keramaian lainnya. Hutan memiliki banyak sekali manfaat bagi kehidupan. Hutan memberikan cadangan oksigen yang besar untuk manusia bernapas. Hutan menjadi tempat tinggal beraneka ragam makhluk hidup yang hampir 80% spesies flora dan fauna hidupnya di hutan. Hutan menjaga iklim tetap stabil dengan menyerap gas rumah kaca yang ada di udara. Hutan dapat berfungsi sebagai pencegah bencana alam seperti menjadi penyerap air yang akan bermanfaat untuk mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor. Lebih dari itu semua, hutan adalah aset penting bagi sebuah negara yang harusnya dijaga dan dilestarikan. Gambar oleh Michi Nordlicht dari Pixabay  Namun, saat ini hutan di Indonesia terus mengalami penyempitan lahan.   Menurut data yang dikeluarka...

Suatu Senja di 2006

Suatu Senja di 2006 Oleh : Riyan sanjaya Aku adalah seorang pemuda biasa yang terlahir dikeluarga sederhana. Maryono adalah nama ayahku, ayah terhebat diseluruh dunia. Manusia terkuat kedua yang pernah aku kenal setelah ibuku. Kulit hitam gelam, wajahnya penuh dengan keringat, pakaiannya lusuh tertutup jaket hitam tanpa seleting sedangkan rambutnya yang telah berwarna putih ditutupi topi yang kusam, itulah ayahku. Ia menafkahi kami dengan bekerja sebagai petani karet. Setiap hari ayahku pergi menyadap karet pukul lima subuh dan baru pulang pukul lima sore. Keluar masuk hutan rimba sejauh tujuh kilometer, melewati sungai jerami yang berarus terjal, dan terkadang ia harus berjalan melewati rawang ketika musim penghujan tiba. Semua itu ia lakukan hanya untuk dapat melihat anak-anaknya sukses dimasa depan. Begitu pun dengan Ibuku. Ia adalah seorang wanita terkuat yang pernah diciptakan tuhan. Entah bagaimana cara tuhan menciptakannya hingga ibuku dapat menjelma menjadi wanita...