heii guys, sanjay kembali update di blog nih. selamat membaca :)
Sedikit Tentang Emakku
Riyan sanjaya
Minggu pagi
ini terasa dingin. Sisa air masih terdengar dari atas rumah bekas hujan tadi
malam. Hawa dingin masuk lewat celah-celah jendela. Perlahan mendesak ke arah
pori-pori hingga selimut tertarik tambah kencang. Derap langkah kaki, keretongen dan sepeda motor mulai terdengar
tanda hari baru telah dimulai. Di luar satu persatu manusia pergi sambil
memikul keranjang. Ada juga yang berombongan karena satu arah dan tujuan. Kebon balam lah tujuan mereka.
Di dapur
terdengar suara seperti orang sedang memasak. Suatu hal yang biasa aku dengar
setiap subuh. Emakku selalu bangun di saat sepertiga malam. Di saaat bapakku
masih sibuk dengan alam mimpi dan irama dengkurannya. Disaat kami masih berada
di dalam rajutan benang buatannya. Disaat mimpi sudah melewat klimaks dan menuju
endingnya. Sama seperti yang lain, emakku harus bangun pagi untuk mempersiapkan
bekal yang akan di bawa sejauh 7 kilometer, didalam hutan belantara. Melewati
sungai dengan arus yang menantang dan jika musim penghujan harus melewati rawang sepanjang jalan.
Pernah suatu
ketika, sehabis menyadap getah karet.
Kira-kira saat itu pukul 3 sore. Emakku harus pulang dengan jalan kaki karena
sepeda motor peninggalan kakakku saat masih lajang harus di pakai bapak untuk
mengangkut getah karet yaang sudah di cetak ke pangkalan di dusun. Suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh
wanita setengah baya itu. berjalan dari kebon kerumah dengan jarak 7 kilometer
adalah hal yang sepele. Tak ada lagi rasa letih atau pun penat bagi dirinya.
Semua rasa itu seakan telah lenyap dan sirna dalam kehidupannya. Baginya kerja
keras itu harus demi membiayai sekolah anak-anaknya. Demi masa depan ke-tujuh
orang buah hatinya. Ia tak mau melihat mereka sama seperti dirinya kelak di
masa depan. “ sudah cukup biar aku saja yang merasakan segala macam bentuk
liku-liku dan terjal kehidupan” kata yang selalu ia ucapkan. Kata-kata yang
telah terpahat dan tertanam didalam jiwa raganya. Kata-kat ayang selalu
menyemangati setiap ia bekerja.
Sepeda motor
yang dikendarai bapak telah lenyap dari pandangannya padahal ia baru beberapa
langkah “sungguh cepat kaki jepang” ucapnya dalam hati. Di perjalanan emakku
berharap dapat bertemu orang yang satu dusun dengannya. Namun, matahari mulai
memancarkan sinar oranye miliknya yang menandakan hari kira-kira sudah pukul 4
sore. Kecil kemungkinan untuk dapat bertemu dengan manusia lain karena biasanya
yang lain telah pulang sebelum pukul 3 sore hari.
***
Pukul setengah enam emakku tiba
dirumah. Perjalanan 7 kilometer ditempuh dengan jalan kaki itu memakan waktu
satu setengah jam. Terbilang waktu yang lama karena biasanya emakku cukup satu
jam saja.
“assalaamualaikum”
sambil membuka pintu
“ya mak, wa alaikum salam” aku yang sedang berada didapur
membalas salam dari emak.
Emakku langsung kedapur karena mendengar suara kami disana.
Di kelang tengah emakku mencium wangi
makanan yang baru sudah kami masak. Membuat perut emakku semakin lapar karena
sedari perjalanan tadi perutnya telah berbunyi. mungkin cacing diperut emakku.
“mak, kok pulangnya agak lama?” tanyaku yang sedang mengupas
kulit biwal.
“tadi mak, singgah di rumah wak aya dulu” emakku meletakkan
keranjangnya. Yang disambut oleh adik laki-lakiku.
“emak, ada buah kramunting
gak” tanya adikku yang paling kecil.
“emak tidak sempat ngambil tadi. Besok mungkin mak akan
bawakan” jawab maakku sambil mengusap kepala adikku.
“emak sudah makan belum? Kalo belum patima sudah masak pekasam dengan resep yang dikasih oleh emak” tanyaku pada emakku.
Emakku tidak menjawab. Ia hanya
berjalan menuju ke garang dapo untuk
mencuci tangan. Setelah itu emak langsung mengambil piring plastik berwarna oranye
di salangan piring.
“emak mau makan?” tanya Riyan
adik laki-lakiku yang kecil.
“ao” jawab emak singkat.
Sepertinya
emakku memang sudah tidak tahan lagi. Seakan makhluk yang ada didalam perutnya
udah demo besar-besaran. Emakku makan dengan sangat lahap walaupun lauknya
hanya pekasam. Tapi jangan salah pekasam yang dimasak tumis dengan
sedikit minyak goreng ditambah dengan bawang goreng dan cabai rawit yang
dimasak bersama. Tidak ada orang di dusunku yang menolak untuk makannya.
Orang-orang jika telah mencicipinya akan selalu nambah makannya. Apalagi jika
makannya ada lalapan tarok biwal
rebus. Ehhmm dijamin sebakul nasi habis sekali makan.
Selesai makan emakku langsung mandi. Setelah itu kami
menunaikan sholat maghrib berjamaah. Sebuah kedamaian yang sangat di nanti.
Sholat berjamaah adalah hal yang sangat menyenangkan bagi kami. Mendengar suara
merdu bapak membaca surah ketika sholat membuat hati kami terasa tentram
sekali. Terkadang juga terdengar suara bapak sesegukan ketika membaca surah. Bukan
hanya itu emak pun juga sering terlihat mengeluarkan air mata ketika berdoa
sesudah sholat. Kami juga terkadang ikut mengeluarkan air mata. Walaupun kami
tak tahu apa-apa, kami yang tak tahu apa yang di doa kan emak. Tapi kami yakin
emak menangis karena medoakan kami supaya kami bisa menjadi orang yang sukses
dan dapat membanggakan mereka nanti dimasa depan. Aku pun dalam do’a selalu
meminta kepada sang pencipta untuk memberikan umur yang panjang dan kesehatan
kepada orang tuaku supaya ketika aku sukses mereka bisa merasakan kesuksesanku.
“ mak, bapak. i will make your
wish come true. Believe me i will not make you dissapointed”
Tamat
Bahagiakan mereka
BalasHapusBahagiakan mereka
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus