Langsung ke konten utama

Kompas dari Sudut Kota


Kompas dari Sudut Kota
Riyan sanjaya

“Diatas sekerat daun lontar dan jelantah itu, suluh damar menjadi kompas bagiku”

Hujan masih menampakkan dirinya. Hawa dingin menyergap masuk kedalam kamar. Aku sedang duduk di sebuah benda yang berkaki empat sambil menikmati secangkir kopi di depan jendela. Hmmm... hujan ini ibarat sebuah “jog” yang membuat aku bernostalgia pada mereka yang telah memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi diriku atau mungkin bukan hanya diriku tapi juga setiap orang  yang pernah bersama mereka. Mungkin mereka bukanlah anak-anak spesial bagi para mereka yang meneteskan keringat keserakahan demi sebuah kursi yang kududuki saat ini. tapi mereka adalah anak-anak yang begitu berharga bagi kami yang telah memberikan banyak pelajaran tentang sebuah kehidupan. Mereka adalah segerombolan anak-anak sungai disudut kota  yang berusaha mencari perbedaan dimasa depan.
Aroma mereka yang khas masih membekas tajam di hidungku. Suara riuh mereka saat menyambut kedatangan kami ketika hari minggu masih terdengar di telingaku. Tangan-tangan mungil mereka yang lembut dan hangat masih terasa di genggamanku. Nampaknya, aku tak bisa move on dari mereka.
Masih terngiang dalam benakku bagaimana kebahagiaan mereka saat pertama kali kami datang ke tempat mereka. Sebuah buku yang sudah tidak memiliki kulit nya lagi dan sebuah pensil yang hanya sepanjang jari telunjuk terlihat digenggamannya. Seuntai senyuman manis nan hangat saat mereka menyambut kedatangan kami. Semangat teman-temanku pun tergugah saat melihat antusiame mereka yang sangat tinggi kecuali aku. Aku masih berpikir bahwa kegiatan ini hanya menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak penting kalau saja ini bukan sebuah keharusan yang dibebankan sekolaah pasti aku tidak akan datang kesini. Buat apa datang ketempat kumuh yang berada di tepi sungai. Hanya untuk bermain bersama anak-anak yang memiliki penampilan.... Hmm sudahlah tidak dapat kudeskripsikan dengan untaian kata-kata.
Aku baru menyadari bahwa mereka adalah anak-anak sungai yang spesial. Ketika aku bertanya kepada salah satu dari mereka jam berapa mereka menunggu kami disini? Dan jawaban yang sangat mengejutkan bagi kami. Ternyata mereka menunggu kami di tempat ini mulai dari jam 08.00 pagi. Padahal kami membuat janji dengan mereka jam 9.30 pagi. Hal itu ibarat tamparan yang tepat mengenai pipi kami terutama aku. Bagaimana tidak? Aku yang awalnya malas untuk mengikuti ini dan Kami yang biasanya malas-malasan ketika diajak kumpul dan mengeluarkan seribu satu alasan berbisa supaya tidak ikut acara atau kegiatan yang diadakan sekolah.
Sejenak terbesit dibenakku mulai saat ini aku harus semangat mengikuti Community Service (CS) ini karena ini adalah kegiatan spesial yang memberikan  banyak pelajaran dan mungkin tak akan aku temui lagi dikemudian hari. Bau wangi dari mereka yang menusuk masuk kedalam dua lubang di atas mulutku mulai aku nikmati sejak saat itu juga.
Adegan-adegan manis itu berputar di otakku. Membuat aku semakin merasa ingin bertemu mereka kembali. Satu kejadian yang sangat melekat kuat di otakku. Saat minggu ke tiga. Hari itu kami membuat rencana untuk mengajarkan mereka agama. Jam 09.00 kami berangkat dari sekolah menuju tempat bermain paling menyenangkan dihari minggu itu. Saat kami tiba mereka telah berada di teras rumah mungil yang terbuat dari kayu itu. Dengan gembira mereka menyambut kami dengan nyayian sambil bertepuk. “Yee yee ayuk datang.....ayuk datang” dengan gelak tawa mereka bersama-sama menyayikan nyayian itu. Walaupun terselip rasa sedikit kecewa dihati kami saat hanya cewek-cewek saja yang mereka sebut.  Padahal di grup TERCIDUK ini bukan hanya diisi oleh sekumpulan cewek cantik tapi juga ada 3 cowok ganteng nan perkasa. Tak apalah mungkn mereka belum terbiasa memanggil kakak.
Hari itu mereka semua memakai pakaian muslim. Ada yang membawa iqro, juz amma dan ada juga yang tak membawa apa-apa. Setelah mereka dibagi menjadi tiga grup. Langsung terdengar suara riuh dan derap langkah kaki mereka yang berirama duk duk duk. Mencari teman segrup dan coach mereka masing-masing. Aku dapat giliran mengajar ngaji grup 3 yang isinya anak-anak dari kelas 3-5 SD. Rata-rata mereka masih iqro 3 berbeda jauh saat aku kecil dulu. Ketika kelas 3 SD aku telah dapat membaca Al Qur’an walau masih terbata-bata. Miris aku melihat mereka padahal semangat mereka untuk belajar begitu tinggi. Namun, lagi-lagi masalah fasilitatornya yang tidak ada. Hal itulah membuat semangat mereka hanya membuahkan hasil yang sia-sia. Sebagai pemuda SMAN Sumatera Selatan yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Iseng-iseng aku bertanya kepada salah satu dari mereka.
“Kan gak ada guru ngaji, jadi bisa sampe iqro 3 belajar ngaji sama siapa?” tanyaku kepada Ayu. Seorang gadis kecil yang manis dan selalu menjadi pusat perhatianku karena selalu bersemangat saat menjawab pertanyaan dari kami.
Kalo biasanya belajar sama bapak, kak,” dengan muka polosnya ia menjawab pertanyaanku.
Setiap hari?”
Gak sih kak, kadangkala bapak gak ada dirumah,
Ooohhh” aku tidak melanjutkan pertanyaanku lagi.
Sayang sekali kalau begitu, potensi mereka lama kelamaan akan terkikis, kataku dalam hati.
Minggu ketiga kami habiskan dengan pelajaran agama. Lagi-lagi ada sesuatu hal yang menakjubkan bagiku. Cinta seorang anak yang masih berumur 6 tahun dan belum menginjak bangku Sekolah Dasar tapi ia telah bisa menghapal empat buah surat pendek yaitu surah An-Naas, Al-Ikhlas, Al-Kautsar dan Al-Ashr. Memang mungkin itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi itu merupakan suatu hal yang spesial karena disini tidak ada guru ngaji. Setelah aku tanya-tanya dengan siapa dia menghapal surah tadi. Ternyata ia menghapal surah tersebut dengan diajari oleh ibunya. Ibunya selalu memberikan pelajaran tentang agama kepadanya walaupun tidak bisa setiap saat.
                Di tengah kebisingan mereka mengaji, tiba-tiba ada seorang adik cowok dengan beraninya berdiri dan mengangkat tangan sambil berkata “Kak, katanya minggu ini kita akan buat celengan. Kok gak jadi?” katanya sambil menghapus sesuatu yang basah, hijau dan berlendiri dari hidungnya. Sontak keadaan pun menjadi diam. Tak ada yang menjawab pertanyaan dari si adik. Kami bingung. Buat celengan? Kami saja gak pernah terpikir buat itu. Kok bisa ia bertanya begitu?
                Setelah pulang kami cerita dengan grup lain. Ehh ternyata. Usut punya usut ia salah datang pas minggu ke dua. Ternyata adik tadi datang ke tempat grup dua yang kebetulan melakukan pengabdian di RT yang sama dengan kami.
***
                Air telah menggenangi lapangan bola keranjang di depan rumah kosong yang katanya banyak hal mistis. Mengalir deras seperti sungai yang sering kami lewati ketika hendak pergi ke taman pengabdian. Warnanya yang unik. Percampuran antara putih dan coklat. Namun, ada sesuatu hal yang sangat kami takutkan ketika melewati tempat itu. Bukan karena ada preman yang berambut gondrong seperti di sinetron Tukang Ojek Pengkolan. Bukan sebuah monster raksasa yang sangat kuat seperti di Film animasi Ultraman. Bukan juga sebuah hantu nyata yang dapat dilihat oleh mata manusia. Tapi, ini lebih menakutkan, mengerikan dan menjijikan. Ia lebih kuat dari seorang Genderuwo. Tidak terlihat. Mempunyai bau yang sangat tajam. Lebih takut lagi ia meninggalkan jejak yang berupa bercak-bercak kuning kecoklatan di pagar batu berpasir itu.
                Maharrani dan Rohaida selalu lari terbirit-birit. Sedangkan Patih dengan santai berlagak seperti menikmati wangi yang mirip bau pesing itu. aku tak pernah terpikir. Bagaimana mereka bisa melakukan hal itu. Apa mereka tidak takut tercyduk oleh orang lainkah? Entahlah… Tapi di dinding pasar dekat sungai itu selalu ada bau pekat yang memaksa masuk ke dalam hidung ketika kami melewati area itu.
                Semua itu kami lewati demi mengabdi kepada negeri. Walaupun bukan merupakan pengabdian yang besar seperti pahlawan. Tapi setidaknya kami dapat membantu anak-anak sungai tersebut. Mereka anak yang butuh uluran tangan kita.
                Grrrrgrrrgrg...... bunyi guruh membuyarkan lamunanku. Hujan yang semakin lebat. Angin yang semakin kencang dan hawa yang semakin dingin. Aku menutup tingkap tapi tidak beranjak dari benda berkaki empat ini. Aku masih ingin menikmati suasana ini. Hujan dikala senja memang waktu yang pas untuk bernostalgia. Tak ada lagi hal yang seindah ini. Bukan mengingat tentang mantan ataupun pacar. Tapi mengingat tentang anak sungai. Ya.. Anak sungai. Aku memanggilnya anak sungai. Bukan karena mereka tinggal di tepi sungai. Bukan karena mereka sering mandi di sungai. Tapi karena mereka adalah anak-anak spesial yang tidak pernah mengeluh dengan keadaan. Tidak pernah menyesal dengan apa yang telah terjadi. Mereka selalu fokus ke depan. Selalu mengalir namun tidak menenggelamkan. Yaa itulah mereka. Semangat belajar yang tinggi selalu tertanam di hati mereka. Walaupun keadaan mendesak. Namun, tidak mematahkan api yang telah berkobar dalam relung jiwa mereka.
                Tok..tok... Assalamualaikum. Sekali lagi ada suara yang membuyarkan lamunanku. Ketika aku menoleh ke belakang ternyata itu suara Dian teman satu grup Community Service ku. Dia datang ke kamarku karena di kamarnya lagi kosong. Memang kami tetangga kamar sejak satu tahun yang lalu. Ia mendekatiku dan ikut duduk menikmati hujan yang semakin deras di luar.
Hujan ini membuatku teringat tentang adik-adik RT 24” Dian memulai pembicaraan sambil menoleh ke arah luar jendela.
Memang, dari tadi juga aku sedang memikirkan mereka” jawabku sambil meletakkan kopi.
Aku jadi teringat minggu kedua kita CS”
***
Khayalan Dian
                Saat itu kita telat datang ke tempat pengabdian karena ada acara jalan santai yang harus kita ikuti. Seru sih, tapi banyak memotong waktu kita bersama dengan anak-anak sungai. Ketika kita datang jam 11.00 WIB. Saat itu suara riuh yang menyambut kita tidak terdengar lagi. Aku bingung kemana mereka. Ataukah mereka bosan menunggu kita? Tapi tidak mungkin mereka seperti itu. Ketika pas di persimpangan menuju rumah ibu tempat kita mengabdi. Mulai terdengar suara mereka memanggil-manggil nama kita. Alhamdulillah.... ucapku dalam hati. Mereka masih datang. Masih semangat. Walaupun kami telat lebih dari satu jam.
                Namun, minggu kedua nampak ada yang berkurang. Adik-adik yang datang lebih sedikit dari minggu pertama lalu. Memang sih tidak bisa menyalahkan mereka. Menunggu itu memang membosankan. Apalagi ketika menunggu sesuatu yang belum pasti. Rasanya menjengkelkan sekali.
Berbeda dengan mereka. Walaupun kami telat lebih dari satu jam tapi mereka tetap setia menunggu kami sampai kami datang. Sebuah pelajaran berharga yang kami dapatkan lagi dari mereka para anak-anak sungai. Begitu banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari mereka. Walaupun mereka hanya anak-anak sungai.
 “Minggu kedua ini kita akan belajar bahasa Inggris dan mengerjakan PR kalian” kataku setelah dibuka oleh pak bos Patih.
Adik-adik udah bawa PR nya kan?” kata Aulia dengan gaya anak-anak.
Siap sudah kak” jawab mereka serentak.
Kak, aku ada PR matematika. Susaaaahh banget kak. Ajarin aku ya, kak” tanya Fahri dengan menunjukan bukunya supaya kami yakin.
Oke, nanti semuanya akan kakak ajarin” kata Patih dengan berlagak sombong.
Alah.. sok kepinteran kamu Patih hahaha” kata Eli mengejek patih.
Seketika semua adik-adik tertawa setelah mendengarkan perkataan Eli. Patih menjadi merah merona mukanya tersipu malu.
                Aku masih ingat betul bagaimana ekspresi  Cika si gadis kecil yang manis. Saat menyebutkan bahasa inggris dari jendela. Dengan berani, tegas, dan lantang. Ia menyebutkannya “Door” kata cika. Hahahaa.... semua tertawa terbahak-bahak. Mendengar jawaban Cika yang salah.
Udah gak apa-apa kok. Cika masih dapat hadiah” Zahwa memberikan Chocolatos kepada Cika.
Makasih kak” sambil mengambil Chocolatos di tangan Zahwa.
Satu pelajaran yang aku dapatkan dari Cika. Jangan pernah malu. Namanya saja belajar tidak harus benar, kan? Walaupun ia ditertawakan oleh teman-temannya tapi ia tidak malu. Tidak nangis malah ikut tertawa. Sedangkan aku? Aku terkadang gak berani menjawab pertanyaan dari guru karena takut salah. Namun, dengan hari ini aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga yang mungkin tidak akan aku dapatkan di tempat lain. Terima kasih Cika, ucapku dalam hati.
Kalo aku, minggu keempat, Yan” kataku kepada Dian yang sedang termenung.
Ehh Pat empat ketupat” Dian terkejut.
Kenapa Yan?”
Terkejut gara-gara kamu!” kata Dian jengkel
Siapa juga suruh melamun?”
Minggu ke empat bisa  dibilang sebagai minggu yang paling menyenangkan. Membuat kotak sampah dari kardus. Alakadar tapi berharga. Tidak tahan lama tapi ilmunya yang bermanfaat. Simple tapi past tense. Gak lah itu hak ciptanya pak..... memang sederhana tapi insyaallah akan selalu berguna. Ibarat filosofi pohon kelapa. Batangnya bisa dibuat menjadi tiang atau titian. Daunnya bisa dibuat menjadi anyaman. Lidinya bisa dibuat menjadi sapu. Pelepahnya bisa buat makan binatang raksasa alias gajah. Apalagi buahnya bisa dibuat menjadi berbagai makanan. Ilmu yanbg kami berikan kepada mereka insyaallah sama seperti pohon kelapa. Bisa berfaedah untuk mereka. Kapanpun dan dimanapun.
Kami mengajari mereka ilmu tentang sampah Organik dan An-organik. membedakan jenis-jenis sampah. Takutnya mereka salah buang sampah. Siapa tahu mungkin mereka gak sengaja membuang sampah masyarakat? Nantinya. Oleh karena itu butuh pendidikan tentang sampah sejak usia dini.
Tak kalah seru lagi. Ketika kami melakukan operasi semut. Bukan semutnya di operasi karena  penyakit kanker. Bukan juga karena patah kaki. kami melakukan operasi semut dengan memungut sampah bersama. Dengan senang dan riang gembira adik-adik memungut sampah dan membuangnya ke kotak sampah yang telah kami buat sebelumnya. Organik dibuang ke kotak organik dan an-organik dibuang ke kotaknya. “Alhamdulillah mereka gak salah membuangnya” ucapku dalam hati.
 Tanpa kenal lelah dan tak takut kotor. Dengan semangat yang menyala-nyala. Semua sampah telah lenyap dalam waktu tiga puluh menit.  Tangan kotor, keringat membasahi tubuh tidak menyurutkan semangat mereka. memang mereka adalah anak-anak sungai yang multitalenta.
Melihat hal itu seakan ada perasaan kosong dalam hatiku. Seakan ada yang mencabik-cabik dalam relung jiwa ini. entah apa? Aku tak tahu. Mungkin ini merupakan suatu tamparan atau lebih dari itu. Aku teringat saat di asrama. Duty saja aku uring-uringan. Satu pelajaran lagi pada hari ini.  kerjakan semua dengan ikhlas, sabar dan bersemangat pasti akan dapat hasil yang memuaskan.
***
Ternyata Dian telah pulang ke kamarnya. Aku yang dari tadi asyik mengingat-ngingat kembali memori bersama anak-anak sungai tidak sadar kalau dian telah pulang. Tak apalah, aku juga lebih suka sendiri dengan ditemani hujan dikala senja. Kulirik jam dinding menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit. Masih tersisa satu jam lagi untukku duduk di benda berkaki empat ini. aku melihat ke arah kasur busa dan kudapatkan sebuah buku kecil tempatku menulis segala kenangan di sana. Aku beranjak hendak mengambil buku itu. tak sengaja aku membuka halaman yang berisikan puisi dan anehnya puisi ini adalah puisi tentang anak-anak sungai. Puisi ini khusus aku buatkan untuk mereka.

Pemulung asa
Aku duduk di depan jendela  tua                                                                                                                           Menunggu awan menghapus air matanya
Mengharap mentari mengganti kesedihannya
Menjadi indah tiada bandingannya
Halilintar menggelegar
Daun-daun berguguran
Kaki mulai bergetar
Tak sabar tuk menjemput keberhasilan
Deretan manusia berdasi cekikikan
melihatku berbaju tak berkebung
Mereka pikir ini adalah kegilaan
Yang pantas tuk ditertawakan
Hanya guyuran hujan
Tetap aku perjuangkan
Bahkan badai menerjang
Akan aku lawan
Meski baju putihku terlihat kusam
buku tak berkulit                                                                                                                                                             pensil sepanjang telunjuk
Tak dapat menghentikan
Tujuan tuk menggapai
Terus berjalan di bawah guyuran hujan
Hingga sampai pada tujuan yang diinginkan
Dengan modal tekad yang aku pertahankan
Membuat aku mendapat pelajaran
Bahwa hidup adalah pengorbanan
Wahai manusia picik yang meneteskan keringat keserakahan!
Jangan kau sia-siakan nikmat yang kau punya
Aku meraih asa dengan perjuangan
Mengambil satu persatu makna hidup di tepian sungai
Bahkan menjadi bahan hinaan dan tertawaan
                Puisi itu aku buat di minggu terakhir. Disaat semua lagi menonton film animasi di komputer jinjing. Aku mengambil waktu untuk berehat sedikit sambil membuat puisi ini. Duduk di anak tangga yang terbuat dari kayu sebesar betis orang dewasa. Hmmm... Aku mengambil nafas panjang.  Mengeluarkan buku kecilku yang hampir penuh dengan puisi-puisi buatanku. Entah apa yang menarik hatiku untuk membuat puisi tentang mereka. Tentang hidup mereka. Mungkin karena hari itu adalah hari terakhir. Berarti untuk minggu-minggu selanjutnya mungkin aku tak dapat bertemu dengan mereka lagi.
                Wahai anak-anak sungai terpuji. Janganlah bersedih lagi. Esok, lusa dan kapanpun nanti. Andai kata semua kehidupan ini sepi, maka diluar sana pasti masih ada sepotong keramaian menanti.
Terimah kasih atas bungkusan pesan yang telah kau kirim. Pesan penuh makna, yang akan selalu kami kenang sebagai kompas. Kompas yang akan membawa kami ke puncak tertinggi kesuksesan.
Salam pencari kompas :
Sanjay, Dayen, Akbar,Mahar, Ida, Aul, Eli, Jumbro, Zahwa dan Ajeng.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Tentang Emakku

heii guys, sanjay kembali update di blog nih. selamat membaca :) Sedikit Tentang Emakku Riyan sanjaya Minggu pagi ini terasa dingin. Sisa air masih terdengar dari atas rumah bekas hujan tadi malam. Hawa dingin masuk lewat celah-celah jendela. Perlahan mendesak ke arah pori-pori hingga selimut tertarik tambah kencang. Derap langkah kaki, keretongen dan sepeda motor mulai terdengar tanda hari baru telah dimulai. Di luar satu persatu manusia pergi sambil memikul keranjang. Ada juga yang berombongan karena satu arah dan tujuan. Kebon balam lah tujuan mereka. Di dapur terdengar suara seperti orang sedang memasak. Suatu hal yang biasa aku dengar setiap subuh. Emakku selalu bangun di saat sepertiga malam. Di saaat bapakku masih sibuk dengan alam mimpi dan irama dengkurannya. Disaat kami masih berada di dalam rajutan benang buatannya.   Disaat mimpi sudah melewat klimaks dan menuju endingnya. Sama seperti yang lain, emakku harus bangun pagi untuk mempersiapkan bekal yang akan ...

Eksistensi Pemuda dalam Upaya Perlindungan Hutan Indonesia

               Kata “Hutan” tentunya tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Kita sering membaca kalimat “Hutan adalah paru-paru dunia” yang dipasang pada spanduk di pinggir jalan dan tempat-tempat keramaian lainnya. Hutan memiliki banyak sekali manfaat bagi kehidupan. Hutan memberikan cadangan oksigen yang besar untuk manusia bernapas. Hutan menjadi tempat tinggal beraneka ragam makhluk hidup yang hampir 80% spesies flora dan fauna hidupnya di hutan. Hutan menjaga iklim tetap stabil dengan menyerap gas rumah kaca yang ada di udara. Hutan dapat berfungsi sebagai pencegah bencana alam seperti menjadi penyerap air yang akan bermanfaat untuk mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor. Lebih dari itu semua, hutan adalah aset penting bagi sebuah negara yang harusnya dijaga dan dilestarikan. Gambar oleh Michi Nordlicht dari Pixabay  Namun, saat ini hutan di Indonesia terus mengalami penyempitan lahan.   Menurut data yang dikeluarka...

Suatu Senja di 2006

Suatu Senja di 2006 Oleh : Riyan sanjaya Aku adalah seorang pemuda biasa yang terlahir dikeluarga sederhana. Maryono adalah nama ayahku, ayah terhebat diseluruh dunia. Manusia terkuat kedua yang pernah aku kenal setelah ibuku. Kulit hitam gelam, wajahnya penuh dengan keringat, pakaiannya lusuh tertutup jaket hitam tanpa seleting sedangkan rambutnya yang telah berwarna putih ditutupi topi yang kusam, itulah ayahku. Ia menafkahi kami dengan bekerja sebagai petani karet. Setiap hari ayahku pergi menyadap karet pukul lima subuh dan baru pulang pukul lima sore. Keluar masuk hutan rimba sejauh tujuh kilometer, melewati sungai jerami yang berarus terjal, dan terkadang ia harus berjalan melewati rawang ketika musim penghujan tiba. Semua itu ia lakukan hanya untuk dapat melihat anak-anaknya sukses dimasa depan. Begitu pun dengan Ibuku. Ia adalah seorang wanita terkuat yang pernah diciptakan tuhan. Entah bagaimana cara tuhan menciptakannya hingga ibuku dapat menjelma menjadi wanita...